Temukan informasi tentang Kemendikdasmen, struktur organisasi, dan regulasi
Informasi Profil Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Informasi Publik Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Temukan kabar, siaran pers, pengumuman, dan dokumentasi resmi dari Kemendikdasmen
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
Informasi Umum
Beranda
Button Icon
Button Icon
PPID
Button Icon Beranda
Button Icon Profil
Temukan informasi tentang Kemendikdasmen, struktur organisasi, dan regulasi
Button Icon
Button Icon
Button Icon
Button Icon Publikasi
Temukan kabar, siaran pers, pengumuman, dan dokumentasi resmi dari Kemendikdasmen
Button Icon PPID
Sinergi Regional Kolektif Jadikan Pendidikan Fondasi Utama Perdamaian

Diterbitkan pada: 26/09/2025

Bagikan:

Gambar Siaran Pers

Jakarta, Kemendikdasmen - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) bersama UNESCO Jakarta menyelenggarakan the Regional Meeting on Education for Sustainable Peace in Southeast Asia di Jakarta, (24/9). Pertemuan ini mengangkat tema “Countering Hate Speech and Preventing Conflicts Towards More Peaceful Societies Through Education” yang menghadirkan para menteri pendidikan, pejabat pemerintah, akademisi, organisasi internasional, pendidik, dan pemimpin muda dari berbagai negara Asia Tenggara.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa pendidikan adalah fondasi utama perdamaian. “Pendidikan tidak hanya soal transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter, menumbuhkan empati, dan menanamkan nilai-nilai kebersamaan. Melalui pendidikan, kita bisa memutus rantai kebencian dan menggantinya dengan jembatan pengertian,” ujarnya. Ia juga memaparkan inisiatif Indonesia seperti Program Wajib Belajar 13 Tahun, Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, reformasi kurikulum untuk memperkuat literasi digital kritis, hingga penguatan layanan konseling di sekolah.

Pelaksana tugas (Plt.) Ketua Harian KNIU, Ananto Kusuma Seta, turut menekankan bahwa pendidikan harus menjadi wahana membangun kesadaran kolektif. “Kita harus memastikan pendidikan melahirkan generasi yang memilih kolaborasi, bukan konflik, yang menempatkan kemanusiaan di atas perbedaan,” ungkapnya.

Dalam sambutannya, Direktur UNESCO Regional Office Jakarta, Maki Katsuno-Hayashikawa, menyoroti tantangan ujaran kebencian, disinformasi, dan misinformasi di era digital. “Pendidikan tetap menjadi tameng kita yang paling ampuh, membekali masyarakat dengan kemampuan berpikir kritis, membedakan kebenaran dari kebohongan, dan berinteraksi dengan penuh rasa hormat,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa UNESCO Recommendation on Education for Peace, Human Rights, and Sustainable Development yang diluncurkan pada 2023 bukan sekadar dokumen, melainkan sebuah seruan untuk bertindak.

Dukungan internasional juga disampaikan, antara lain oleh Youn Hwa Kang, Direktur KOICA Country Office Timor-Leste, yang menekankan pentingnya pendidikan sebagai ruang refleksi sejarah dan rekonsiliasi. “Ketika generasi muda diajak memahami sejarah dengan empati dan berpikir kritis, mereka akan tumbuh menjadi advokat perdamaian,” jelasnya.

Berbagai negara turut berbagi praktik baik. Filipina menyoroti integrasi pendidikan perdamaian dalam pengembangan profesional guru melalui pelatihan pra-jabatan, modul lokal, dan keterlibatan pemangku kepentingan. Indonesia memaparkan penerapan deep learning approach yang menumbuhkan empati, penghargaan terhadap perbedaan, serta global citizenship melalui pembelajaran berbasis proyek. Timor-Leste menggarisbawahi revisi kurikulum untuk memasukkan pendidikan HAM dan kewarganegaraan. Sementara Malaysia menegaskan pentingnya integrasi nilai-nilai perdamaian dalam semua mata pelajaran secara setara.

Pertemuan ini menghadirkan sesi diskusi strategis seputar kebijakan pendidikan perdamaian, strategi rekonsiliasi, peran generasi muda dalam menghadapi ujaran kebencian di ruang digital, hingga kontribusi pendidikan tinggi dalam membangun masyarakat inklusif. Forum ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan konkret untuk periode 2026–2030, termasuk penguatan literasi digital dan kewargaan digital bagi generasi muda, serta memperkuat kerja sama antarnegara di kawasan.

Seperti yang ditegaskan Maki Katsuno-Hayashikawa, “Karena perang dimulai di benak laki-laki dan perempuan, maka di benak laki-laki dan perempuanlah pertahanan terhadap perdamaian harus dibangun.”

Pertemuan regional ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan sarana membentuk karakter bangsa, menumbuhkan empati, dan membangun perdamaian berkelanjutan di Asia Tenggara. (Penulis: Avina, Nabila / Editor: Denty A. , Andrew Fangidae).

Penulis: Andrew

Editor: Denty Anugrahmawaty

Berita Terkait